1 STRUKTUR GENETIK PUISI MODERN JEPANG
JINRUI NO IZUMI (人類 泉)KARYA TAKAMURA KŌTARŌ
Pennyka May Jayanti
Dra. Cicilia Tantri Suryawati, M.Pd
FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA JEPANG
UNIVERSITAS DR.SOETOMO, SURABAYA
ABSTRAK
Puisi lahir bukan dari kekosongan. Ia ada karena pengarang yang terkait erat dengan
lingkungan dan karyanya yang disebut struktur genetik. Penelitian puisi Jinrui no Izumi (人 類 泉) karya Takamura Kōtarō ini menggunakan teori teori strukturalisme genetik menurut Kinayati Djojosuroto. Sumber data diperoleh dari kumpulan puisi Takamura Kōtarō dalam
buku yang berjudul 高村光太郎詩集 (Takamura Kōtarō Shishuu) karya 伊藤信吉(Itou Shinkira) (1950). Analisis penelitian strukturalisme genetik puisi dilakukan dengan mengkalsifikasikan data berdasarkan struktur fisik, batin, kemudian dikaitkan dengan
genetiknya. Dari gabungan struktur tersebut, dapat disimpulkan struktur genetik dalam puisi
tersebut.
Kata Kunci: Struktur Genetik, Puisi Modern, Jinrui no Izumi, Takamura Kōtarō.
A. PENDAHULUAN DAN TINJAUAN TEORI
Sastra merupakan salah satu cabang
seni yang karyanya sangat berhubungan
erat dengan pengarang. Sastra sering
menggambarkan latar kehidupan,
pengalaman, kebiasaan, dan ekspresi
pengarangnya. Para pengarang atau
pencipta karya-karya sastra dapat
berimajinasi bebas untuk menciptakan
2 sastra sebagai salah satu cabang seni
sebenarnya sama dengan seni-seni yang
lain, namun dalam segi keindahannya
sastra sedikit berbeda dengan seni lainnya.
Dalam karya sastra, keindahannya
disampaikan melalui bahasa yang
digunakan. Bahasa yang digunakan dalam
karya sastra biasanya lebih sulit dipahami
oleh para penikmat (pembaca) sastra.
Namun disinilah letak keindahan sastra,
hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi
para sastrawan untuk lebih memperdalam
ilmu tentang sastra. Puisi sebagai karya
seni yang dipenuhi dengan kepuitisan.
Untuk mengetahui kepuitisan puisi lebih
lanjut, perlulah lebih dulu mengetahui
unsur-unsur pembentuk puisi supaya dapat
mengetahuinya secara mendalam. Dalam
hal ini, I. A. Richards (dalam
Djojosuroto,2005:15) menyebut kedua
struktur itu adalah metode puisi dan
hakikat puisi. Kedua struktur tersebut
adalah struktur fisik dan struktur batin.
. Struktur pembentuk puisi menurut
Djojosuroto (2005:15), terbagi menjadi
dua, yaitu struktur fisik dan struktur batin
puisi. Struktur fisik puisi dibangun oleh
diksi, bahasa kias (figurative language), pencitraan (imagery), dan persajakan (versifikasi). Sedangkan struktur batin puisi dibangun oleh gagasan pokok
(Subject matter), tema, nada (tone),
suasana (atmosphere), amanat (message). Berikut penjelasan tentang struktur fisik
dan struktur batin puisi:
1. Struktur Fisik Puisi a. Diksi
Dalam menciptakan sebuah karya,
khususnya puisi, penyair mempunyai
kata-kata pilihan yang tepat dan sesuai agar
maksud yang ingin disampaikan bisa
dipahami oleh pembaca. Untuk menunjang
kepuitisan dalam sebuah puisi, maka dalam
penggunaan kata-kata juga harus selektif.
Pilihan kata dalam puisi disebut diksi (Pradopo, 2007:54).
b. Bahasa Kias (figurative language) Bahasa kias dalam buku Pradopo yang
berjudul Pengkajian Puisi disebut bahasa kiasan. Bahasa kiasan merupakan salah satu
unsur kepuistisan dalam puisi. Adanya
bahasa kiasan ini menyebabkan sajak
menjadi menarik perhatian, menimbulkan
kesegaran, hidup, dan terutama
menimbulkan kejelasan gambaran angan
(Pradopo,2010:62). Pradopo juga membagi
bahasa kiasan menjadi beberapa jenis,
diantaranya adalah; Perbandingan (simile), metafora, perumpamaan epos (epic simile), personifikasi, metonimi, sinekdok
(synecdoche), dan allegori. 1) Perbandingan (simile)
Perbandingan atau perumpamaan atau
simile, ialah bahasa kiasan yang
3 dengan mempergunakan kata-kata
pembanding seperti: bagai, sebagai, bak,
seperti, semisal, seumpama, laksana,
sepantun, se, dan kata-kata pembanding
lainnya (Pradopo,2010:62).
2) Metafora
Metafora bahasa kiasan seperti
perbandingan, hanya tidak mempergunakan
kata-kata pembanding, seperti, bagai,
laksana, dan sebagainya. Metafora ini
menyatakan sesuatau sebagai hal yang sama
atau seharga dengan hal lain, yang
sesungguhnya tidak sama,
Altenbernd(dalam Pradopo, 2010:66).
3) Perumpamaan Epos
Perumpamaan epos atau perbandingan
epos (epic simile) ialah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu
dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
pembandingnya lebih lanjut dalam
kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut
(Pradopo, 2010:69).
4) Personifikasi
Kiasan ini mempersamakan benda
dengan manusia, benda-benda mati dibuat
dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya
seperti manusia (Pradopo,2010:75). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa
personifikasi adalah bahasa kias yang
melukiskan benda-benda mati seolah-olah
seperti manusia.
5) Metonimia
Metonimi ini dalam bahasa Indonesia
sering disebut kiasan pengganti nama.
Bahasa ini berupa penggunaan sebuah
atribut sebuah objek atau penggunaan
sesuatu yang sangat dekat berhubungan
dengannya untuk menggantikan objek
tersebut,Altenbernd(dalam
Pradopo,2010:77).
6) Sinekdok (synecdoche)
Sinekdok adalah bahasa kiasan yang
menyebutkan suatu bagian yang penting
suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu
sendiri. Sinekdok ada dua macam, yaitu
part pro toto:sebagian untuk keseluruhan, dan totem pro parte: keseluruhan untuk sebagian, Altenbernd (dalam
Pradopo,2010:78).
7) Allegori
Allegori ialah cerita kiasan ataupun
lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan
kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian
lain (Pradopo, 2010:71). Apabila sebuah
cerita merupakan kiasan tentang suatu
keadaan yang dalam realitas pernah terjadi,
maka kiasan atau cerita itu disebut allegori (Atmazaki, 1993:58).
c. Pencitraan (imagery)
Untuk memberi gambaran yang jelas,
untuk menimbulkan suasana yang khusus,
untuk membuat lebih hidup gambaran
dalam pikiran dan penginderaan, serta
untuk menarik perhatian dalam puisi,
4 angan (pikiran). Gambaran-gambaran ini
disebut citraan (imagery), (Pradopo,2010:79).
d. Persajakan (versifikasi)
Peranan bunyi mendapat perhatian
penting dalam menentukan makna yang
dihasilkan puisi, jika puisi dibaca.
Pembahasan bunyi dalam puisi menyangkut
masalah rima, ritme, dan metrum. Rima
(persajakan) berarti persamaan atau
pengulangan bunyi, sedangkan ritme
(irama) berarti bunyi yang berulang secara
teratur yang membentuk gelombang antar
baris puisi. Metrum adalah variasi tekanan
kata atau suku kata, Boulton (dalam
Djojosuroto, 2005:22).
2. Struktur Batin Puisi a. Tema
Tema adalah gagasan pokok yang
dikemukakan penyair melalui puisinya.
Tema puisi biasanya mengungkapkan
persoalan manusia yang bersifat hakiki,
seperti cinta kasih, ketakutan, kebahagiaan, kedukaan, kesengsaraan hidup, keadilan dan kebenaran, ketuhanan, kritik sosial, dan protes.(Djojosuroto,2005:24).
b. Perasaan
Dalam puisi terdapat ungkapan
perasaan penyair. Puisi dapat
mengungkapkan perasaan gembira, sedih,
terharu, takut, gelisah, rindu, penasaran
benci, cinta, dendam, dan sebagainya. Rasa atau feeling merupakan sikap sang penyair
terhadap pokok permasalahan yang
terkandung dalam puisinya.
c. Nada
Nada sering dikaitkan dengan suasana.
Nada juga berhubungan dengan tema dan
pembaca. Nada yang berhubungan dengan
tema menunjukkan sikap penyair terhadap
objek yang digarapnya. Nada yang
berhubungan dengan pembaca (dalam hal
ini peneliti selaku pembaca) adalah nada
yang ditangkap oleh pembaca ketika
membaca puisi, Djojosuroto,2005: 25-26).
d. Amanat
Puisi mengandung amanat atau pesan
atau himbauan yang disampaikan penyair
kepada pembaca. Setiap pembaca dapat
menafsirkan amanat secara individual.
Pembaca yang satu mungkin menafsirkan
berbeda dengan dengan pembaca yang lain.
Tafsiran pembaca mengenai amanat sebuah
puisi tergantung dari sikap pembaca
terhadap tema yang dikemukakan
pengarang (Djojosuroto, 2005:27).
Berdasarkan struktur fisik dan struktur
batin tersebut, penelitian ini difokuskan
pada struktur genetik yang terdapat dalam
puisi Jinrui no Izumi (人 類 泉) karya
Takamura Kōtarō. Strukturalisme genetik mendasarkan pendekatannya dengan dua
prinsip pokok, yaitu struktur dan genetik.
Pengertian struktur dalam strukturalisme
5 strukturalisme dikoreksi dengan
memasukkan faktor genetik di dalam
pemahaman sastra. Genetik karya sastra
artinya asal-usul karya sastra itu, dalam hal
ini asal-usul karya sastra adalah pengarang
dan latar belakang sejarah yang
melatarbelakangi penciptaan satra itu,
Teeuw (dalam Djojosuroto,2005:36-37).
Pencetus pendekatan strukturalisme
genetik adalah Lucien Goldman seorang
ahli sastra Perancis. Goldman menyatakan
pentingnya faktor genetik sebagai pemberi
makan totalitas karya sastra.
Salah satu karya sastra berupa puisi
yang memiliki struktur yang komplek dan
memiliki keterkaitan dengan struktur
genetiknya (pengarang) adalah puisi yang
berjudul Jinrui no Izumi (人類 泉) yang berarti Mata Air Kehidupan karya
Takamura Kōtarō. Puisi ini adalah salah satu puisi yang dituliskan untuk istrinya
yang bernama Chieko Takamura. Puisi ini
menggambarkan cinta Takamura kepada
Chieko. Berdasarkan keterkaitan antar
puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) dengan struktur genetiknya (pengarang) yang tidak
lain adalah Takamura Kōtarō dan latar
belakang penciptaan puisnya, peneliti
tertarik untuk meneliti struktur genetik
yang terdapat dalam puisi tersebut.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dikategorikan sebagai
penelitian kualitatif. Metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung
makna. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis dan
metode deskritif. Metode analisis digunakan
untuk mengupas data secara lengkap,
sedangkan metode deskriptif digunakan
untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
hasil analisis sesuai dengan permasalahan
yang telah ditentukan. Metode penelitian
tersebut diterapkan pada teks puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō. Data diperoleh dari kumpulan puisi
Takamura Kōtarō dalam buku yang
berjudul 高 村 光 太 郎 詩 集 (Takamura
Kōtarō Shishuu) karya 伊 藤 信 吉 (Itou
Shinkira) yang diterbitkan oleh Shinchousa pada tahun 1950.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik kepustakaan atau
studi pustaka untuk mengumpulkan data
dengan menggunakan langkah-langkah
berikut ini: Membaca puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō secara berulang-ulang, memahami makna puisi
tersebut beserta unsur-unsur pembangunnya,
mengklasifikasikan data yang termasuk
struktur fisik puisi dan struktur batin puisi,
memahami biografi pengarang dan latar
6 merupakan struktur genetiknya. Selanjutnya
data akan dianalisis melalui
langkah-langkah berikut: menerjemahkan puisi ke
dalam bahasa Indonesia, memahami
maknanya dalam setiap bait,
mengklasifikasikan data, kemudian data
tersebut dianalisis sesuai dengan teori yang
telah dijabarkan, selah menemukan data
yang tergolong struktur fisik puisi dan
struktur batin puisi, kemudian digabungkan
dengan struktur genetik puisi.
C. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
1. Analisis Struktur Fisik Puisi a. Diksi
Pilihan kata dalam puisi disebut diksi. Untuk menunjang kepuitisan dalam puisi
digunakan diksi-diksi yang indah yang
disebut dengan diksi puitis. Diksi puitis
digunakan agar maksud penyair yang ingin
disampaikan melalui puisi dapat
tersampaikan baik, maka pemilihan kata
dalam puisi harus tepat. Seperti halnya puisi
Jinrui no Izumi ( 人 類 泉 ) karya
Takamura Kōtarō, dalam puisi ini terdapat
beberapa diksi puitis yang digunakan
Takamura Kōtarō diantaranya adalah:
今日 こ 魂い 加速度 (Bait ke dua, baris pertama)
Pada penggalan puisi yang terdapat
pada bait ke dua, baris pertama di atas,
terdapat kata tamashii no kasokudo,yang
artinya adalah ‘jiwa yang berlari kencang’.
Pada baris puisi ini, kasokudo sendiri berarti percepatan atau bisa dikatakan
pergerakan yang cepat. Dalam hal ini, jika
dikaitkan antar baris puisinya, penyair
ingin menunjukkan bahwa perasaannya
semakin bergejolak ketika mengingat sang
istri. Dengan kata lain, kata tamashii no
kasokudo dapat mewakili perasaan
gembira atau perasaan bahagia sang
penyair yang ditunjukkan dengan
bergejolaknya jiwa sang penyair.
極度 静 寂い (Bait ke
dua, baris ke tiga)
Pada penggalan puisi yang terdapat
pada bait ke dua, baris ke tiga di atas,
terdapat kata kyokudo no seijaku yang berarti kesunyian yang amat sangat. Kata
kyokudo yang dalam bahasa Inggris berarti extrem ini digunakan oleh penyair untuk mempertegas suasana sunyi yang dirasakan
oleh penyair. Kyokudo no seijaku atau kesunyian yang amat sangat, maksudnya
adalah suasana yang benar-benar sunyi
sepi. Dengan menggunakan kata kyokudo, pembaca dapat memahami situasi saat itu.
Sehingga suasana dalam puisi ini pun
dapat hidup.
7 Selain diksi atau pilihan kata, dalam
puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya
Takamura Kōtarō juga terdapat beberapa
bahasa kias yang digunakan untuk
memperkuat kepuitisan puisinya dan untuk
mempertegas maksud dalam puisinya.
Berikut analisis bahasa kias yang terdapat
dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō:
1. Metafora
Dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉)
karya Takamura Kōtarō peneliti
menemukan adanya bahasa kias metafora,
berikut analisisnya ;
あ 海水い い 流 動う う 力 い
(Bait Ke tiga, baris ke empat)
Penggalan puisi yang terdapat pada
bait ke tiga, baris ke empat di atas, penyair
menyamakan kekuatan cinta Chieko sama
dengan kekuatan aliran air laut. Seperti
yang kita tahu bahwa air laut memiliki
kekuatan dahsyat yang tidak akan ada
habisnya jika menyebutkan macam-macam
kekuatannya. Seperti halnya dengan
kekuatan air laut, kekuatan cinta Chieko
yang dilukiskan dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) juga memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan penyair.
2. Perumpamaan Epos
Dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉)
karya Takamura Kōtarō, peneliti juga
menemukan adanya penggunaan bahasa
kias perumpamaan epos. Berikut
analisisnya:
世界い わ わ い 緑
青 あ
い雨あ 降 来
こ 雨あ 音
起 生物い い あ
い 私 堪
私 わ
い 立 魂い
私 乗 越こえ私 逃
私 作
い 死 い 生う
(bait pertama)
Pada penggalan bait pertama puisi di
atas, pembandingnya adalah kehadiran
Chieko. Dalam bait tersebut, penyair
meneruskan sifat pembandingnya dengan
menceritakan dalam setiap barisnya.
Kehadiran Chieko dikatakan mampu
membuat dunia menjadi hijau dan segar,
hingga hujan pun dapat turun kembali,
maksudnya adalah kehadiran Chieko
membawa semangat dan menyegarkan atau
memperbarui kehidupan penyair.
Kehadiran Chieko juga membangkitkan
jiwa sang penyair dan membuatnya tidak
8 3. Personifikasi
Dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉 ) karya Takamura Kōtarō, peneliti menemukan adanya penggunaan bahasa
kiasan personifikasi seperti yang tertera
dalam kutipan bait berikut:
(1) Bait ke satu, baris ke enam:
………
私 い 立 魂い
私 乗 越こえ私 逃
Pada penggalan puisi yang terdapat
pada bait pertama, baris ke enam di atas,
penyair menggambarkan jiwanya yang
seakan-akan bangkit. Kata bangkit yang
seharusnya digunakan untuk raga manusia
atau semangat manusia tetapi oleh penyair
digunakan untuk jiwa. Seakan-akan
penyair ingin menunjukkan bahwa jiwanya
bisa bangikit dan dapat melakukan sesuatu.
4. Allegori
Dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉)
karya Takamura Kōtarō, peneliti
menemukan adanya bait puisi yang
tergolong bahasa kias allegori, berikut
analisisnya:
抱 様さ あ 思う い
あ ほ う 私 半銭
あ 一番い わ私 信 握
あ こ わ私 肉身 痛烈う 奥底こ 分わ
私 あ あ
あ あ
Dalam penggalan puisi yang terdapat
pada bait ke dua, baris 6-10 di atas, penyair
tidak menyebutkan nama Chieko yang
selaku pembandingnya, melainkan
menggantikan dengan anata, dan diperjelas dalam setiap baris sehingga
pembaca dapat menyimpulkan bahwa
anata yang dimaksudkan adalah Chieko. Pada penggalan bait di atas, di katakan
bahwa sosok anata adalah belahan jiwa penyair, sosok anata juga merupakan satu-satunya yang menggenggam kepercayaan
penyair, dan mampu memahami
penderitaan yang dialami oleh penyair.
Tanpa menyebutkan pembandingnya pun,
pembaca dapat menyimpulkan bahwa
anata yang dimaksudkanadalah Chieko. c. Pencitraan
Untuk memperjelas gambaran dan
memberi kesan hidup dan pada sebuah puisi,
penyair menggunakan gambaran-gambaran
yang disebut dengan pencitraan. Seperti
yang telah di ulas pada bab landasan teori,
gambaran-gambaran angan itu
bermacam-macam, diantaranya adalah, imaji visual
9 (tachticle image, image of touch), Pirine
(dalam Djojosuroto, 2005:21). Pada
penelitian ini, peneliti menemukan
banyaknya penggunaan pencitraan dalam
puisi Jinrui no Izumi (人 類 泉) karya
Takamura Kōtarō, diantaranya adalah; 1. Imaji Visual (Visual Imagery)
Imaji visual adalah
gambaran-gambaran penyair yang seakan-akan dapat
dilihat oleh pembaca. Seperti yang terdapat
dalam penggalan bait puisi Jinrui no Izumi ( 人 類 泉) karya Takamura Kōtarō berikut ini:
(1) Bait pertama, baris ke empat:
……….
起こ 生物い い あ
Pada penggalan puisi yang terdapat
pada bait pertama, baris ke empat diatas,
imaji visual ditunjukkan dengan adanya
pengggambaran okoru seibutsu no inochi atau jiwa makhluk hidup yang bangkit.
Dengan penggambaran tersebut pembaca
seakan-akan dapat melihat bangkitnya jiwa
seseorang yang tidak lain adalah jiwa
penyair.
(2) Bait ke dua, baris ke lima:
………....
極度 静 寂い
わ い
自然 涙 流
Pada penggalan puisi yang terdapat
pada bait ke dua, baris ke lima diatas, imaji
visual ditunjukkan dengan adanya
pengggambaran Shizen to namida ga nagare yang artinya Air mata mengalir dengan sendirinya. Dengan penggambaran
tersebut pembaca seakan-akan dapat
melihat air mata yang mengalir, sehingga
pembaca juga dapat menangkap perasaan
penyair.
2. Imaji Auditif (Auditory Imageri)
Imaji auditif adalah imaji suara atau
bunyi yang didengar oleh pembaca ketika
membaca puisi, seperti pada penggalan
puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya
Takamura Kōtarō berikut ini:
Bait pertama, baris ke tiga:
世界い わ わ い 緑
青 あ
い雨あ 降 来
こ 雨あ 音
起こ 生物い い あ
Pada penggalan puisi yang terdapat
pada bait pertama, baris ke tiga di atas,
terdapat imaji auditif yang digunakan oleh
penyair. Penggunaan imaji ini ditunjukkan
dengan kata kono ame no oto yang berarti
‘suara hujan ini’. Pada baris puisi tersebut, pembaca seakan-akan dibuat
10 hujan yang menjadi harapan semua
makhluk hidup untuk mulai bangkit.
3. Imaji Gerak (Image of Movement atau Kinesthetic Image)
Imaji gerak merupakan imaji gerakan
yang dirasakan oleh pembaca ketika
membaca puisi. Seperti yan g terlihat pada
penggalan puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō berikut ini;
(1) Bait pertama, baris ke tujuh:
………..………..
い 私 堪
私 わ
い 立 魂い
私 乗 越こえ私 逃
私 作
Pada penggalan puisi yang terdapat
pada bait pertama, baris ke tujuh di atas,
penggambaran imaji gerak ditunjukkan
dengan kata Soshite watashi no ikiri tatsu tamashiiwa, watashi wo norikoe watashi wo nogarete yang artinya kemudian jiwaku mulai bangkit, melewati diriku dan
melepas diriku . Kata tersebut menunjuk
pada perubahan hidup yang dialami
penyair ketika bertemu dengan Chieko.
Kata ‘jiwaku mulai bangkit’, dan kata ‘melewati diriku dan melepas diriku’
merupakan imaji gerak yang ditangkap
oleh peneliti ketika membaca bagian bait
tersebut.
4. Imaji Indera (Tachticle Image, Image of Touch)
Imaji ini merupakan imaji
penggambaran perasaan penyair yang
ditangkap oleh pembaca dengan indra
sentuh. Dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō peneliti menemukan adanya penggunaan imaji
indera, yang terdapat dalam bait berikut
ini;
Bait ke lima, baris ke tujuh:
………
深い ほい人類い い泉 肌
あ わ私 為 生う
私 あ あ
あ あ
あ あ
Dalam penggalan puisi hyang terdapat
pada bait ke empat, baris ke tiga di atas,
penggunaan imaji indra sentuhan
ditujukkan dengan adanya ungkapan Fukai tooi jinrui no izumi ni hada wo hitashu nodesu yang artinya membasahi kulitku dalam mata air yang dalam dan jauh.
Dengan ungkapan membasahi kulit,
pembaca seakan-akan dapat merasakan
sentuhan saat membasahi kulit.
11 Jika dikaitkan dengan teori, dalam puisi
Jinrui no Izumi ( 人 類 泉 ) karya
Takamura Kōtarō ini peneliti tidak menemukan penggunaan persajakkan yang
teratur dalam setiap barisnya. Sehingga
puisi yang dihasilkan terkesan lebih bebas.
Penyair lebih sering menggunakan akhiran
desu di beberapa baris dalam puisinya. Akhiran ini hampir ada di setiap bait puisi
ini, seakan-akan penyair ingin mengakhiri
dan memenggal baitnya. Oleh sebab itu,
peneliti menyimpulkan bahwa dalam puisi
Jinrui no Izumi ( 人 類 泉 ) karya
Takamura Kōtarō tidak ada penggunaan persajakan yang teratur agar puisi terkesan
lebih bebas.
2. Analisi Struktur Batin Puisi
a. Tema
Tema dalam sebuah puisi dapat
diklasifikasikan dalam dua pokok yaitu
tema dan sub tema atau pokok pikiran
Kesimpulan dari keseluruhan puisi disebut
‘tema’, sedangkan kesimpulan dari setiap
bait puisi disebut ‘sub tema’ atau ‘pokok pikiran’. Dari sub-sub tema yang telah ditemukan, dapat ditarik kesimpulan dari
tema keseluruhan. Dari beberapa sub tema
yang telah dianalisis, tema-tema yang
diusung adalah tema tentang perubahan
hidup, cinta sejati, kekuatan cinta,
ketidakberdayaan tanpa cinta, dan
kehadiran cinta. Jika dikaitkan, isi dari
keseluruhan puisi tersebut adalah tentang
kekuatan cinta Chieko sebagai belahan
jiwa penyair mampu merubah hidup sang
penyair. Maka dari itu peneliti
menyimpulkan tema keseluruhan yang
terdapat dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉 ) karya Takamura Kōtarō, yaitu
tentang ‘kekuatan cinta (Chieko)’, kekuatan cinta sebagai mata air kehidupan
bagi Takamura Kōtarō.
b. Perasaan
Dalam puisi terdapat ungkapan perasaan
penyair. Puisi dapat mengungkapkan
perasaan gembira, sedih, terharu, takut,
gelisah, rindu, penasaran benci, cinta,
dendam, dan sebagainya. Rasa atau feeling merupakan sikap sang penyair terhadap
pokok permasalahan yang terkandung
dalam puisinya. Seperti yang terkandung
dalam puisi Jinrui no Izumi (人 類 泉)
karya Takamura Kōtarō, perasaan penyair sangat jelas terlihat dari setiap baris
puisinya. Ia mengungkapkan perasaan
bahagianya dengan adanya cinta sang istri
di dalam hidupnya. Hal ini ditunjukkan di
akhir bait puisinya, ia menyatakan bahwa
Chieko merupakan belahan jiwa nya yang
terlahir untuknya, maka peneliti
menyimpulkan bahwa perasaan yang
12 bait penyair lebih sering menujukkan
perasaan cintanya kepada Chieko sang istri
tercintanya.
c. Nada
Dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉 ) karya Takamura Kōtarō, peneliti menemukan adanya penggunaan nada yang
berhubungan dengan tema dan nada yang
berhubungan dengan pembaca, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Nada yang Berhubungan dengan Tema
a). Nada Semangat
Peneliti menemukan adanya
penggunaan nada semangat pada bait
pertama dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō. Pada bait ini, penyair mengungkapkan bahwa dunia
menjadi hijau dan segar, dan hujan pun
turun kembali. Suara hujan ini menjadi
wujud manusia yang mulai bangkit, dan
selalu mengancam ketidaksabarannya.
Kemudian jiwa nya mulai bangkit dan terus
memperbaruhi dirinya lagi dan lagi hingga
ia mengatakan ‘sekarang mati, sekarang aku terlahir kembali’.
b). Nada Terharu
Peneliti menemukan adanya
penggunaan nada terharu pada bait ke dua
dalam puisi Jinrui no Izumi (人 類 泉)
karya Takamura Kōtarō. Pada bait ini penyair menceritakan bahwa hari ini pun
jiwanya seakan berlari kencang hingga ia
merasakan penuh di dalam dada, kemudian
dalam keheningan yang sangat amat ia
duduk terdiam, lalu air mata pun mengalir
dengan sendirinya. Ia memikirkan Chieko
seakan-akan memeluknya. Adanya Chieko
dalam hidupnya adalah sebagai belahan
jiwanya dan hanya Chieko lah yang paling
memahami penderitaannya dari dasar yang
paling dalam.
c). Nada Bahagia
Selain nada terharu dan nada terpesona,
adapun nada bahagia yang peneliti temukan
pada bait terakhir dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō. Pada bait tersebut, penyair mengungkapkan
bahwa ia tidak lagi merasa sedih dengan
kesendirian yang ia rasakan, tetapi jika
tidak ada Chieko dalam hidupnya,
membayangkannyapun ia tidak bisa.
Menurutnya itu adalah suatu kebodohan
jika ia lakukan. Ia juga mengatakan bahwa
di dalam diri Chieko terdapat dunia cinta
yang besar yang membuatnya mampu
bersentuhan dengan nafas kehidupan,
mampu berkegiatan dalam kemanusiaan,
dan mampu melepaskan diri dari segalanya
hanya untuk Chieko. Baginya, Chieko
13 2 ) Nada yang Berhubungan dengan
Pembaca
a). Nada Filosofis
Dalam nada yang berhubungan dengan
pembaca, peneliti menemukan adanya
penggunaan nada filosofi pada bait ke tiga
dalam puisi Jinrui no Izumi (人 類 泉) karya Takamura Kōtarō ini. Pada bait
tersebut, penyair mengungkapkan bahwa ia
adalah pelopor jalannya sendiri, dan
kebenarannya bagi Chieko adalah
kebenaran rumput dan pohon yang secara
harfiahnya memiliki banyak filosofi.
Penyair juga menyatakan bahwa Chieko
memiliki kekuatan aliran air laut dan selalu
membawa kebahagiaan dalam hidupnya.
b). Nada Sindiran
Selain nada filosofis, peneliti juga
menemukan adanya penggunaan nada
sindiran pada bait ke empat dalam puisi
Jinrui no Izumi ( 人 類 泉 ) karya
Takamura Kōtarō. Pada bait ini penyair
mengungkapkan bahwa ia tidak lagi merasa
sedih dengan kesendiriannya, tetapi jika
tidak ada sang istri membayangkannya pun
ia tak bisa, dan membayangkannya pun
adalah hal bodoh atau ketololan jika ia
lakukan. Menurut peneliti, kata kebodohan
atau ketololan itu adalah nada sindiran yang
ditujukan penyair kepada dirinya sendiri,
bahwa membayangkan saat istrinya tidak
ada adalah suatu tindakan ketololannya.
c). Nada Serius
Nada serius merupakan nada yang
berhubungan dengan pembaca yang
ditemukan oleh peneliti dalam bait ke dua
dalam puisi Jinrui no Izumi (人 類 泉) karya Takamura Kōtarō. Pada bait tersebut,
penyair mengungkapkan bahwa seolah-olah
jiwanya berlari kencang hingga terasa
penuh dalam dada. Air matanya pun
mengalair dengan sendirinya saat ia
memikirkan Chieko seolah-oleh
memeluknya. Ia juga mengatakan bahwa
Chiekolah belahan jiwanya yang paling bisa
menggenggam kepercayaannya dan mampu
memahami penderitaannya dari dasar yang
paling dalam. Dari uraian ungkapan
perasaan penyair pada bait ke dua tersebut,
pembaca dapat menangkap adanya
keseriusan penyair dalam mengungkapkan
perasaannya.
d)Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi
Jinrui no Izumi ( 人 類 泉 ) karya
Takamura Kōtarō diantaranya adalah;
1. Carilah cinta yang mampu membawa
perubahan positif dalam hidupmu.
14 dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉)
karya Takamura Kōtarō.
2. Pilihlah jalan hidupmu sendiri, karena
diri sendiri adalah penentu jalan yang
terbaik. Amanat ini di ambil dari bait ke
tiga dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō.
3. Menghargai dan menjaga yang dimiliki
saat ini itu lebih baik daripada mencari
yang terbaik.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis yang telah
dibahas pada BAB IV, maka kesimpulan
penelitian tentang Struktur Genetik Puisi
Modern Jepang Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō adalah sebagai berikut:
1. Struktur Fisik Puisi:Diksi atau pilihan
kata yang digunakan oleh penyair
diantaranya adalah; kassokudo, kyokudo, kaisui, oroka, sekai, dan izumi.
a. Bahasa Kias yang digunakan penyair
adalah metafora, perumpamaan epos,
personifikasi, dan allegori.
b. Pencitraan yang terdapat dalam puisi
Jinrui no Izumi (人 類 泉) karya Takamura Kōtarō adalah okoru seibutsu no inochi. shizen to namida ga
nagare, kaisui no ryuudou suru, ame no oto, ikiri tatsu tamashii, dan tamashii no kasokudo, hada wo hitasu. 1. Struktur Batin Puisi
a. Puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura Kōtarō ini bertemakan
tentang kekuatan cinta.
b. Perasaan yang terkandung dalam Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura
Kōtarō adalah perasaan cinta.
c. Nada yang terdapat dalam puisi Jinrui no Izumi (人類 泉) karya Takamura
Kōtarō yaitu nada semangat, nada terharu, nada bahagia, nada filosofis,
nada sindiran, dan nada serius.
d. Amanat yang dapat dipetik dalam puisi
Jinrui no Izumi (人 類 泉) karya Takamura Kōtarō antara lain; (1)
Carilah cinta yang mampu membawa
perubahan positif dalam hidupmu. (2)
Pilihlah jalan hidupmu sendiri, karena
diri sendiri adalah penentu jalan yang
terbaik. (3) Menghargai dan menjaga
yang dimiliki saat ini itu lebih baik
daripada mencari yang terbaik.
Peneliti menyadari bahwa dalam
penulisan ini masih jauh dari kata
sempurna. Namun, peneliti berharap
dengan adanya penelitian ini dapat
memberi inspirasi dan motivasi bagi
peneliti selanjutnya. Peneliti juga berharap
15 penelitian ini, dapat diperbaiki oleh
peneliti selanjutnya dan dapat diperluas
ruang lingkup penelitiannya sehingga
dapat menghasilkan penelitian yang lebih
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. 1993. Analisis Sajak Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
Djojosuroto, Kinayati.2005. Puisi, Pendekatan dan Pembelajaran. Bandung: Nuansa.
Itou, Shinkira. 1950. Kōtarō Shishuu. Tokyo: Shinchousha.
Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT.Gramedia.
Takamura, Kotaro. 1978. Chiekosho (diterjemahkan oleh Soichi Furuta). Tokyo: Kodansha International Limited.
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mandah, Darsimah.dkk. 1992. Pengantar Kesusastraan Jepang. Jakarta: PT Grasindo.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
16 Winandari, Arie. 2007. Gejala Scizofrenia Tokoh Chieko Dalam Chieko’s Sky (Chiekosho)
Karya Takamura Kotaro (Kajian Psikologis).Skripsi. digilibunesa.org. diakses pada 28 April 2015, 10:45.